SLEMAN — Pencegahan stunting yang gencar diupayakan pemerintah saat ini, tujuannya adalah untuk menyiapkan generasi mendatang yang sehat dan tangguh. Hal ini memang tepat, karena balita sekarang adalah kelompok usia produktif saat mendekati 2045. Merekalah yang nanti akan menopang kesejahteraan dan produktivitas Indonesia.
Namun tidak boleh dilupakan, usia harapan hidup yang makin tinggi (sehingga persentase penduduk lansia meningkat) mengancam kelompok usia produktif menjadi sandwich generation di masa depan yang mengganggu pencapaian Indonesia Emas. Disebut generasi sandwich karena seperti sandwich atau roti isi, “isi” atau generasi mudanya terjepit (menanggung) roti tawar di atas dan bawah.
Indonesia mengalami penurunan angka kelahiran, saat ini sudah di angka 2,2 artinya rata-rata perempuan usia produktif hanya punya anak dua saja. Yang anaknya 3 atau lebih jauh lebih sedikit. Di DIY bahkan setiap perempuan hanya memiliki anak kurang dari dua (angka kelahiran 1,89). Hal ini berarti pertambahan kelompok penduduk usia produktif makin melambat, sedangkan pertambahna kelompok usia lanjut makin tinggi karena tingkat kesehatan yang membaik. Akibatnya kelompok usia produktif semakin besar bebannya karena harus menanggung kelompok usia di bawahnya dan lansia yang semakin besar jumlanya.
Apakah menjadi lansia selalu menjadi beban? Secara alamiah, menjadi lansia berarti mulai membutuhkan bantuan orang lain. Penurunan fungsi tubuh termasuk kemampuan motorik menurun. Bila para lansia tersebut berada pada kondisi sakit-sakitan, tidak mandiri, dan secara ekonomi tidak produktif (atau tidak lagi memiliki investasi yang dilakukan saat masih muda) maka jumlah lansia yang besar akan menjadi beban bagi keseluruhan populasi, khususnya kelompok usia produktif.
Namun lansia yang merawat kesehatannya dengan baik akan meminimalkan kebutuhan akan bantuan orang lain. Apalagi bila lansia memiliki kemandirian finasial, artinya punya penghasilan atau telah memiliki investasi yang cukup, kebutuhan akan pertolongan orang lain menjadi minimal, bahkan bisa membantu orang lain misalnya dengan mempekerjakan orang merawatya atau mengelola usaha yang dirintis sejak muda. Selain memberi lapangan kerja juga mendapatkan passive income.
Dengan demikian kemandirian lansia menjadi sebuah kondisi yang berkontribusi pada pencapaian Indonesia Emas dengan memungkinkan penduduk usia kerja lebih produktif dan berhasil keluar dari middle income trap karena tidak lagi menanggung kelompok lansia. Salah satu upaya mengkondisikan lansia agar sehat dan mandiri adalah dengan program Sekolah Lansia yang digencarkan oleh BKKBN.
Sekolah Lansia di DIY
Intervensi terhadap lansia yang dilakukan oleh BKKBN adalah melalui pembentukan Kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL). BKL adalah Kelompok Kegiatan (POKTAN) beranggotakan keluarga yang mempunyai Lansia (usia di atas 60 tahun) yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keluarga yang memiliki lansia serta lansia itu sendiri untuk meningkatkan kualitas hidup. Tujuan BKL dirumuskan dengan “Meningkatnya Pengetahuan, Sikap dan Perilaku (PSP) keluarga lansia & lansia dalam pembinaan ketahanan keluarga lansia dan lansia demi terwujudnya Lansia Tangguh.”
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki Jumlah Penduduk sebanyak 3.761.870 Jiwa. Sebanyak 16,6% diantaranya atau 625.020 Jiwa merupakan lansia. Persentase jumlah lansia tersebut merupakan yang tertinggi di Indonesia. Persentase penduduk lanjut usia lansia di Indonesia sebesar 11,75% pada 2023, naik 1,27% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan usia harapan hidup (UHH) DIY juga menjadi yang tertinggi di Indonesia dengan UHH = 75, 12 Tahun. Jika diperbandingkan, UHH Perempuan di DIY mencapai 76,93 tahun, lebih tinggi dari UHH Laki-laki yang hanya 73,28 tahun.
Dengan kondisi lansia sebagaimana tersebut diatas, intervensi kegiatan yang dilakukan di Kelompok BKL meliputi sosialisasi penguatan Tujuh Dimensi Lansia Tangguh, Orientasi Perawatan Jangka Panjang (PJP) bagi lansia, Pendidikan sepanjang hayat melalui Sekolah Lansia, serta melibatkan lansia yang tergolong dalam ekonomi rentan untuk bergabung dalam kegiatan usaha peningkatan pendapatan keluarga akseptor (UPPKA). Dari data pelaporan rutin BKKBN, diketahui di DIY terdapat 779 kelompok BKL, dengan jumlah angggota tercatat 17.494 orang.
Perwakilan BKKBN DIY memfasilitasi kegiatan sekolah lansia mulai dari Tahun 2021 dan berlanjut sampai dengan sekarang. Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan lembaga Indonesia Ramah Lansia (IRL). Tahun 2024 ini Perwakilan BKKBN DIY memfasilitasi Sekolah Lansia sebanyak 8 Sekolah Lansia BKL dengan jumlah peserta 400 Lansia.
Layaknya sekolah yang sebenarnya, Sekolah Lansia juga mengenal jenjang, yaitu Standar 1 sampai Standar 3, yang sengaja disingkat sebagai S1, S2, dan S3 agar memberi kebanggan bagi kakek-nenek yang mungkin tidak sempat kuliah atau bahkan ada yang tidak bersekolah sama sekali. Bahkan setelah selesai tiap jenjang diadakan “wisuda” lengkap dengan mengenakan toga.
Setiap jenjang berlangsung selama 8 – 10 kali pertemuan, dengan kurikulum baku yang disusun oleh BKKBN. Materinya meliputi kesehatan fisik maupun mental bagi lansia. Meliput bagaimana mengenali dan memahami perubahan fungsi organ tubuh yang tidak terelakkan namun bisa dilatih agar penurunan tersebut tidak muncul lebih dini. Yang tidak kalah penting adalah materi terkait menjaga kesehatan mental spiritual. Sampai dengan Tahun 2023, Perwakilan BKKBN DIY telah mewisuda peserta sekolah lansia S1 sebanyak 400 lansia, S2 300 lansia, dan S3 sebanyak 150 lansia.
Terbaru, pembentukan Sekolah Lansi oleh BKKBN DIY bekerjasama dengan Indonesia Ramah Lansia dan Pemerintah Kabupaten Sleman berlangsung di Kalurahan Banyurejo Kapanewon Tempel pada Jumat (03/05/2024). Bupati Sri Kustini Purnomo bertempat di kediaman Mbah Sukarjo, mantan lurah setempat bertahun lalu meresmikan sekaligus membuka pertemuan kelas pertama disaksikan Kepala Perwakilan BKKB DIY Andi Ritamariani. Dalam pertemuan pertama tersebut materi disampaikan langsung oleh Direktur IRL Dwi Endah Kurniasih.
Mbah Sukarjo menyediakan pendopo yang luas di depan rumah induknya sebagai tempat kegiatan BKL termasuk sebagai tempat belajar Sekolah Lansia. Saat launching, Mbah Sukarjo kakung dan putri yang sama-sama duduk di kursi roda tampak antusias mengikuti launching sekolah lansia. Pasangan lansia ini dapat menjadi role model lansia tangguh. Giat bekerja dan berusaha semasa usia produktif, sehingga saat memasuki masa lansia telah mandiri secara finasial. Walau kini mulai membutuhkan bantuan orang lain, setidaknya tidak menjadi beban keluarga dan anak secara finansial.
Penulis: FX Danarto SY